Terkadang aku sering takut menjadi orang besar. Aku takut kacamataku ini bukan lagi kacamata hati, yang terus peduli dengan teman-teman kecilku yang membutuhkan. Melainkan kacamata yan haus akan hormat, dan menutup mata akan dunia yang terlupa.
Suatu malam, aku bertemu dengan dua anak yang begitu istimewa untukku. Sebenarnya, aku sudah sering berteman dengan anak jalanan. Aku bersyukur, sejak kecil aku sudah banyak kelilingi anak-anak dengan latar belakang yang beragam. Hal ini yang membuatku belajar untuk tidak membeda-bedakan orang.
Malam itu, aku sedang makan di sebuah warung. Tiba-tiba ada dua anak perempuan yang menghampiri kami, dan kemudian mereka bernyanyi. Yah, senandung mereka memang tak seindah penyanyi kenamaan. Namun, begitu miris ketika kita mendengr senandung kecil mereka.
Melihat semangat mereka, aku memutuskan untuk mengobrol dengan dua anak ini. Tak ku sangka mereka masih SD. Anak yang pertama masih kelas lima SD, dan yang satunya lagi duduk di kelas empat SD.
Mereka bercerita, kalau mereka mengamen karna terdesak oleh keadaan. Ibu salah satu diantaranya hanyalah seorang buruh rumah tangga, dan ayahnya pengangguran. Sedang mereka memiliki adik yang harus dibiayai. Mereka mulai mengamen sejak siang sepulang sekolah, hingga sekitar jam sepuluh sampai jam sebelas malam. Jam di mana, anak lain sedang lelap beristirahat, mereka justru masih harus berkutat dengan malam demi secercah rupiah. Sayang, aku lupa menanyakan nama mereka. Pada saat makan bersama kami, mereka telihat begitu lahapnya. Padahal makanan itu hanya makanan sederhana. Hatiku miris melihat kenyataan ini. Ketika dunia tertawa karna kebahagiaan yang fana, mereka justru dihujam kerasnya kehidupan.
Aku kagum dengan mereka. Mereka punya semangat yang tinggi. Dan mereka juga terus bersekolah, meski didera limbubu kesulitan ekonomi. Mereka percaya, dengan bersekolah, kehidupan mereka akan lebih baik. Sungguh, merekalah sebenarnya dua dunia yang terlupa. Dunia yang sering tak terlihat oleh kacamata logika yang haus akan hormat, dengan ambisi yang tak hais-habisnya.
Andailah, bisa memilih, tentu mereka juga tak ingin seperti ini. Walaupun, memang ada beberapa anak jalanan yang terkadang membuat jengkel dengan sikap mereka, namun tak semua yang seperti itu. Kalau ada bimbingan terhadap mereka, aku yakin mereka akn lebih baik. Mereka juga butuh perhatian, seperti layaknya kita.
Saatnya kita membuka mata, sesungguhnya diantara dunia yang begitu pekat dengan logika, dan seringkali melupakan rasa, ada tangan-tangan kecil yang membutuhkan kita. Rasanya sudah cukup seribu janji tanpa realisasi, kini waktunya satu tekad dengan usaha nyata untuk perbaikan anak negri.
Semoga dengan cerita ini, mata kita akan lebih terbuka. Bahwa ada yang sering kali terupa oleh kita. Amin
Tolong share ini ke semua pihak. Dan sadurkan sumber ini.
Kisah ini nyata dari banjarmasin, Kalimantan selatan. Pada akhir juli 2010.
SALAM SEMANGAT ANAK INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar